Japan : Personal Backpacker Experience
Puji syukur kepada Tuhan, akhirnya untuk pertama kalinya dalam hidup saya bisa diberi kesempatan ke luar negeri—dan yang lebih istimewa, perjalanan ini saya lakukan bersama istri tercinta. Sejak SMA, ada satu negara yang selalu saya impikan untuk saya kunjungi: Jepang.
Kenapa baru sekarang berangkat?
Jawabannya sederhana: karena dananya baru terkumpul sekarang, hehe. Selain itu, perkembangan teknologi seperti Google Maps, AI, hingga aplikasi penerjemah membuat perjalanan mandiri ke luar negeri jauh lebih mudah. Tidak perlu ikut tur, kami bisa eksplorasi dengan cara backpacker yang lebih murah sekaligus seru. Rasanya lebih dekat dengan kehidupan lokal, baik dari sisi pengalaman, interaksi, maupun budget.
First Impression: Jepang dari Udara
Kekaguman saya dimulai bahkan sebelum menginjakkan kaki di tanah Jepang, tepatnya saat naik ANA (All Nippon Airways). Bayangkan, penerbangan dari Jakarta ke Osaka dan juga perjalanan pulang tidak pernah terlambat satu menit pun. Tepat waktu adalah budaya yang benar-benar mereka junjung tinggi.
Hal-Hal yang Membuat Kagum di Jepang
-
Tepat Waktu
Transportasi umum—bus, kereta, hingga pesawat—semuanya datang dan berangkat sesuai jadwal. Bahkan detiknya pun akurat. Buat yang terbiasa dengan “jam karet”, ini benar-benar mind-blowing. -
Kebersihan Luar Biasa
Meski jarang ada tempat sampah, lingkungan tetap bersih. Udara segar, debu minim, sampah dipilah dengan sangat terorganisir. Air hujan pun jernih karena drainase mereka ditutup rapi dengan pasir. -
Kendaraan Terawat
Jarang sekali terlihat mobil tua. Semua kinclong, sehingga polusi udara pun rendah. Jalanan dan trotoar juga mulus tanpa lubang. -
Orang-Orangnya
Mayoritas bersih, modis, dan tidak berbau. Kemandirian anak-anak juga luar biasa: ada anak balita yang sudah berani naik eskalator sendiri atau berjalan tanpa terus-menerus ditemani orang tua. -
Pelayanan Publik
Polisi ramah, detail, dan selalu siap membantu. Sistem transportasi dengan IC Card (seperti Suica atau Icoca) memudahkan kami—satu kartu bisa untuk belanja, naik bus, maupun kereta. -
Makanan
Makanan laut segar dengan bumbu sederhana, telur mentah yang bisa langsung dimakan tanpa bau amis, hingga nasi hangat yang selalu pulen. Rasanya natural dan sehat. -
Akomodasi
Bahkan hostel atau hotel murah sekalipun tetap bersih dan nyaman. Tarik tunai pun mudah karena banyak ATM mendukung Mastercard/Visa. Belanja
Kalau produk asli Jepang seperti coklat matcha, uniqlo , sepatu dll, itu worth-it untuk dibeli langsung disana.
Pengalaman Unik
-
Makanan Murah untuk Backpacker
Restoran seperti Saizeriya, Sukiya, atau Nakau jadi penyelamat kami. Murah, cepat, bergizi, dan porsinya pas untuk tenaga jalan seharian. -
Onsen
Saya sempat mencoba onsen (pemandian air panas alami). Memang dipisah laki-laki dan perempuan, tapi tetap jadi pengalaman budaya yang sangat otentik. -
Sake & Minuman Alkohol
Harganya murah dan variasinya banyak. -
Kebiasaan Sosial
Melihat seragam sekolah dengan rok pendek atau orang-orang berpakaian pantai sudah hal biasa. Budaya nongkrong larut malam justru jarang, berbeda dengan Indonesia. -
Vending Machine
Ada di mana-mana dan buka 24 jam. Favorit kami: Seventeen Ice rasa Uji Matcha. -
Orang-Orang Tua yang Masih Aktif
Banyak lansia yang masih bekerja di konbini (mini market). Menarik sekali melihat semangat kerja mereka. -
Komunikasi
Di kota besar seperti Osaka banyak anak muda tampil “alay” dengan gaya unik. Tapi di daerah, jarang sekali ada yang bisa bahasa Inggris. Di sinilah aplikasi penerjemah sangat membantu.
Sisi Negatif
Tidak ada tempat yang sempurna, begitu juga Jepang:
-
Saya pernah ketinggalan paspor di Lawson, tapi syukurnya kembali dengan selamat karena petugas tokonya jujur sekali.
-
Kereta berhenti beroperasi cukup cepat di malam hari, rutenya pun kompleks, jadi harus selalu cek jadwal.
-
Taksi mahal sehingga bukan opsi bagi backpacker.
-
Banyak toko buka jam 9–10 pagi dan tutup jam 8 malam, jadi waktu belanja terbatas.
-
Makanan di konbini memang praktis, tapi kadang rasanya hambar.
-
Cuaca bisa ekstrem: saat hujan deras bisa lama sekali, tapi saat cerah panasnya menyengat.
-
Di stasiun, semua orang berjalan cepat. Kalau lambat, siap-siap diserempet arus manusia.
Penutup
Itulah sekelumit pengalaman pertama saya menjelajah Jepang sebagai backpacker. Meski ada sisi negatif, pengalaman ini tetap sangat berkesan. Jepang bukan hanya indah dari sisi wisata, tetapi juga kaya budaya, disiplin, dan nilai hidup yang bisa kita pelajari.
Kalau ada yang mau berpetualang ke Jepang juga, silakan tinggalkan komentar. Saya bisa share itinerary yang kami jalani—tinggal disesuaikan dengan gaya traveling kalian.