Minggu, 30 Oktober 2016

[Review] Doctor Strange (2016)

Open your mind. Change your reality.

Ketika Marvel memutuskan untuk merealisasikan Doctor Stephen Strange dalam lanjutan kisah-kisah superhero mahal MCU (Marvel Cinematic Universe), para fans dan penikmat film menaruh harapan besar pada hasil eksekusi Scott Derrickson. Dan seperti biasa, VFX yang mutakhir, pembawaan heroes MCU yang santai, fun, namun berbobot membuat penonton betah untuk berlama-lama duduk di bioskop dan menyaksikan apapun sajian yang ada di layar. 

Mengingat bahwa kemunculan pertama Doctor Strange pada komik Marvel 'Strange Tales' Juli 1963, artinya film kali ini adalah hasil dari 53 tahun pengembangan ide cerita Ditko dan Stan Lee. Dan waktu yang sangat lama untuk bisa mewujudkan visual "space and time bending" yang pada akhirnya tidak mengecewakan sama sekali. Dibandingkan MCU pendahulunya, bisa dibilang Doctor Strange memiliki visual efek (VFX) yang paling luar biasa mewah dalam arti bukan hanya ledakan atau efek-efek kehancuran yang detail dan kompleks , melainkan visual efek yang mungkin baru kita lihat sebagai perwujudan imajinasi cerdas para kreator Doctor Strange. 

Kita nanti bisa melihat bagaimana kota New York yang seperti dilipat-lipat sebagai visualisasi tentang space (ruang) and time (waktu) yang bisa dimanipulasi melawan hukum alam. Mengingatkan kita pada ide yang mirip di film Inception karya maestro Cristopher Nolan. Pada akhirnya saya hampir tidak mau berkedip karena merasa sayang jika ada sajian VFX yang terlewat. 

Beralih dari VFX, ke para pemain. Tentunya Benedict Cumberbatch adalah "Most Valuable Player"-nya film ini, memiliki peran penting dalam menghidupkan karakter Stephen Strange. Secara subjektif, 10-20 menit pertama melihat Cumberbatch, otak saya masih terperangkap dalam karakter "Sherlock Holmes" yang juga diperankannya di 3 season series "Sherlock" secara apik. Mulai ketika Dr. Stephen Strange melakukan perjalanan spiritualnya, barulah perlahan-lahan saya mulai mengerti dan mulai jelas bagaimana seorang Doctor Strange. Sifat dingin, angkuh, logis, menyepelekan orang lain, tapi sekaligus sebagai tokoh yang rapuh benar-benar dilahap (lagi) dengan sempurna oleh Cumberbatch. Dan memang khas di film-film sebelumnya pun seperti itu, di The Imitation Game misalnya.

Untuk segi Villain, Selain Dormammu, Kaecilius (Mads Mikkelsen) bisa merepresentasikan karakter villain yang lebih 'manusia' secara baik. Karakter villain yang bisa dibilang punya alasan kuat dan masuk akal untuk menjadi jahat. Maka dari itu, Kaecilius pun terasa lebih dekat dan mudah dipahami karena masih punya sisi manusiawi-nya contohnya masih punya selera humor ataupun pendiriannya yang masih bisa goyah.

Sedangkan untuk para aktor aktris pendukungnya, Wong, yang nama aselinya Benedict Wong,  beberapa potongan dialognya dengan Cumberbatch sangat berhasil mencairkan suasana, memecah citra formalnya kehidupan para biksu. Mordo, oleh Chiwetel Ejiofor yang juga tidak pernah mengecewakan. Sedangkan Tilda Swinton yang bukan wajah asia namun disini menjadi sosok Biksuni (The Ancient One) yang jadinya juga memberikan kesan baru.

Akhir kata, seperti biasa, bagi para fans Marvel, silahkan kembali mencari potongan-potongan puzzle maupun easter egg yang mungkin menjadi petunjuk untuk film sebelumnya maupun film setelahnya. Selain itu bagi yang hanya ingin mencari hiburan film box office dengan kualitas visual yang tinggi dan cerita yang punya bobot namun tidak terlampau berat, jelas Doctor Strange menjadi pilihan tepat untuk rekreasi anda.






Read Another


CATEGORIES


Tags


0 Comment :