Sabtu, 03 Oktober 2015

[Movie Review] DOPE (2015)


"Nobody's going to suspect a thing. We're just doing what geeks do."

DOPE mengawali kisahnya dengan seorang anak remaja bernama Malcolm (Shameik Moore) , keturunan negro yang memiliki cita-cita melanjutkan kuliah di Harvard. Dengan latar belakang ekonomi pas-pasan, ibunya yang seorang sopir bus dan ayah yang meninggalkannya sejak kecil.

Malcolm dan dua temannya yang juga seorang geek, terjebak di lingkungan Kaum negro amerika yang terkenal dengan kehidupan gangster, narkoba, pelacuran dan senjata api. Sampai suatu ketika, Malcolm tidak sengaja terlibat pada kejahatan yang membuatnya ketar-ketir. Namun disinilah terlihat kelebihan Malcolm dalam menghadapi masalah.

Kesan menonton film ini adalah film ini sangat kacau dan amoral. Dibuktikan dengan banyaknya F-words dan N-words yang bertebaran di sepanjang film dan bahkan diucapkan oleh anak-anak yang masih remaja. Ditambah dengan adegan-adengan seksual baik secara eksplisit maupun implisit. Namun DOPE tetap menyimpan nilai moral ditengah-tengah atmosfir yang sangat amoral. Dimana film ini mau menyampaikan bahwa baik atau buruknya suatu hal tergantung kondisi dan sudut pandang.

Disutradarai oleh Rick Famuyiwa , film ini disajikan dengan sangat up-to-date terlihat pada gimmick dialog yang mengacu pada tren masa kini seperti istilah jualan online, virtual money (bitcoins), social media dan lainnya. Terkadang saya tertawa pada adegan-adegan bodoh yang terlintas. Menghibur? ya. Namun menurut saya bukanlah hiburan cerdas.

Minus film DOPE diawali dari latar musik yang bermaksud menciptakan tema funky ala 90an namun malah membosankan dan tidak konsisten. Lalu saat menilik ke aktor dan aktrisnya, DOPE didominasi oleh pemain-pemain medioker yang membuat film ini tidak bisa mengandalkan popularitas pemainnya. Saya tidak bisa bilang akting mereka luar biasa, akting yang sangat standar. Mungkin juga karena script yang lemah atau kesalahan Rick Famuyiwa dalam memilih figur-figur utama. 3 sekawan yang mestinya punya karakter bisa dieksplorasi, terlihat malah melempem dan statik. Beberapa karakter baru hanya muncul dengan sia-sia. Apiknya performa Tony Revolori di film The Grand Budapest Hotel terasa tidak terulang di film DOPE.

Kesimpulannya film ini sangat rata-rata. Dengan sajian yang tidak sesuai dengan ekspektasi trailer dan gambaran posternya. Persahabatan mereka melempem, figur utama tetap terkesan seperti single fighter. Adegan nudity yang saya rasa hanya menyampah, tidak perlu dan terlalu lama. Terakhir, dari segi penyajian cerita, DOPE adalah drama komedi terpenggal-penggal dengan banyak elemen sinematik yang belum menyatu.





Read Another


CATEGORIES


Tags


0 Comment :