Minggu, 25 September 2016

[Review Teater] The Musketeers :: Teater KataK ke-45

“All for one, one for all.”

The Musketeers adalah sebuah pementasan teater produksi ke 45 oleh Teater KataK Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Disutradarai oleh Venantius V. Ivan yang sudah cukup lama menjadi mentor teater KataK, The Musketeers mengadaptasi sebuah kisah novel klasik abad 18 karya Alexandre Dumas yang berudul The Three Musketeers.

The Three Musketeers sendiri sudah menjadi kisah yang fenomenal di berbagai generasi dengan berbagai versi baik film, kartun, dan buku cerita. Walaupun tidak semua orang tahu bagaimana detail kisah novel aslinya. 

Mengambil set abad 16, perkerabatan para Musketeers dimulai dari seorang Musketeers muda d'Artagnan yang  mengadu nasib dari kampung halaman Gascogne ke kota Paris untuk melanjutkan cita-cita ayahnya menjadi Musketeers yang dihormati. Ternyata kedatangannya ke Paris bisa dibilang tidak sesuai bayangannya. Banyak peraturan yang berubah serta kondisi pemerintahan yang sedang dalam pergumulan politik bernuansa kepentingan pribadi dan golongan yang makin memanas. Bukan menjadi perkara sederhana karena keputusan yang salah dari Raja Perancis Louis XIII bisa menjadi pemicu peperangan antara 2 negara ini. Kardinal Richelieu yang menjadi penasehat Raja Perancis Louis XIII, mempunyai pandangan berbeda tentang makna kejayaan Perancis yang hanya bisa dicapai dengan perang melawan Inggris. 

Saat itulah 3 orang Musketeers juga dipertemukan dalam sebuah rencana ajakan duel dari d'Artagnan. Duel mereka dibatalkan karena rencana ini sudah terendus oleh mata-mata kerajaan Perancis. Mereka ditangkap, namun tidak dihukum setelah Raja Louis diberi tahu bagaimana kebenarannya. Hingga akhirnya mereka malah dipercayakan Ratu untuk mengemban sebuah misi penting demi mencegah perang.

Diperankan oleh Septian Nurcahyo sebagai King Louis, karakter yang paling menarik perhatian penonton karena digambarkan sebagai Raja culun yang sangat tidak menunjukan wibawa dan mudah untuk dipengaruhi.  Cukup berhasil dan menghibur karena dengan akting yang terkesan berlebihan cenderung konyol.

Lalu karakter yang menarik perhatian juga adalah Kardinal Richelieu yang punya porsi cukup besar dalam mengatur jalannya skenario penuh intrik yang bisa dikatakan licik demi mencapai ambisi pribadinya. Walaupun dalam eksekusinya sendiri tidak eksplit diperlihatkan bahwa ia adalah kardinal yang licik namun naskah tek-tok yang rapih antara King Louis dan Kardinal, makin membuka kedok aseli sang Kardinal seiring jalannya pementasan.

Awkward moment yang diciptakan ketika d'Artagnan (Felix Nathaniel) jatuh hati pada seorang Constance/Asisten Ratu (diperankan oleh Rut Helga) menjadi salah satu adegan berani konyol yang membuat penonton juga terhibur. Brief singkat kehidupan ketiga Musketeers pasca pensiun juga cukup jelas. Tarian perang dieksekusi belasan orang yang walapun masih kurang kompak dan kurang tegas namun tidak dipungkiri cukup berhasil membuat panggung menjadi terlihat mewah.

Dari segi naskah, walaupun tidak banyak improvisasi yang diterapkan, namun beberapa quotes menjurus banyolan dan kritik sosial seperti "Nyari pokemon","Mau bikin Hotel Aramis", "Kekuatan mantan", "Apa itu terlihat keren?", "Waspada nabi palsu", "tidur di ruang perwakilan rakyat", "Mentri yang mau diganti karena dua kewarganegaraan", "heshteg teman raja" berhasil membuat penonton terpingkal karena mengambil problem yang sedang hangat.

Komposisi musikal yang apik, masih mengandalkan suara emas Idelia Risella yang berperan sebagai Queen Anne untuk menyanyikan cukup banyak lagu secara solo tanpa bantuan vocal band. Disisipkan beberapa lagu ballad, ada pula lagu enerjik, nyaman didengar mengalun sesuai dengan jalan cerita. Sayangnya audio yang kurang mendukung atau posisi duduk saya yang terlalu dekat dengan band membuat lafal dan liriknya masih terdengar samar.

Dan untuk kekurangan dari pertunjukkan teater KataK ke 45 ini adalah pada bagian akhir yang belum selesai, berujung antiklimaks yang saya rasa tidak dibayar sebanding dengan durasi yang disuguhkan selama sekitar 3 jam lebih. Konklusi yang masih terlalu sederhana untuk sebuah premis dan konflik panjang yang terbilang kompleks.




Read Another


CATEGORIES


Tags


0 Comment :