Minggu, 27 Maret 2016

[Review Film] Batman v Superman: Dawn of Justice


Batman v Superman (BvS) adalah film yang paling ditunggu untuk bulan Maret ini. Ekspektasi tinggi tentunya wajar, mengingat film ini dibangun dengan menghadirkan konflik yang melibatkan 2 tokoh DC comics yang paling populer.

Dibuka dengan shot artistik dan efek slow motion, gelap dan menyayat hati, BvS berlanjut dengan lingkaran dilema dengan berbagai macam kepentingan, politik dan kebencian antar individu. Jujur dari awal hingga 3/4 film berjalan, BvS adalah film yang rumit dan minim dialog sehingga membuatnya menjadi rancu jika ingin dikaitkan dengan seri Batman atau Superman sebelumnya. Kurang jelas apakah Zack Snyder ingin "mendaur ulang" atau ingin melakukan "pembangunan ulang" terhadap karakter yang telah dibentuk di film Batman atau Superman sebelumnya. Rancu menurut saya.

Dari segi durasi, walaupun tertera di imdb tertulis 2 jam 31 menit, BvS tetap dirasa kurang untuk benar-benar mengupas sempurna karakter-karakter yang terlibat. Entah apakah ada faktor kesengajaan atau memang Zack Snyder kurang mampu memadatkan cerita. Karena saya rasa penonton ingin untuk to the point saja. Langsung ke intinya, apa sebenarnya yang menjadi konflik Batman dan Superman ini. Pertarungan Batman v Superman lah yang paling ditunggu.

Nah sayangnya ada beberapa potongan cerita yang sia-sia, yang saya rasa tidak perlu bagi yang pernah menonton seri Batman atau Superman. Sedangkan bagi yang belum menonton seri-seri sebelumnya, saya pikir informasi akan siapa itu Batman, siapa itu Superman, siapa itu Wonder Woman, siapa itu Lois Lane, siapa itu Lex Luthor, siapa itu Zod, apa itu kriptonyte akan sangat-sangat kurang. Maka dari itu, film menjadi rancu, untuk siapa sebenarnya film ini dibuat.

Kompleksitas cerita yang dibangun pada awal hingga pertengahan film sayangnya berakhir menjadi sebuah antiklimaks dan klise. Terutama setelah adegan pertarungan Batman dengan Superman yang sangat ditunggu-tunggu itu. Pembelokan alur dan penurunan kualitas naskah secara tiba-tiba membuat film ini seakan menampilkan misteri tersisa yang masih abu-abu dan tak berkesan. Yang mungkin akan membuat penonton menyeletuk "udah? gitu aja? mestinya begini.. mestinya begitu.." Opini seperti itu wajar karena memang kisah 2 superhero ini sudah melekat terutama bagi banyak penggemarnya, jadi akan sulit memang untuk membuat cerita yang paling ideal.

Persoalan akting, poin plus dan 2 jempol saya berikan justru kepada karakter Lex Luthor (Jesse Eisenberg) yang diwujudkan dengan orang dan sifat yang sama sekali baru. Sebuah potensi karakter yang mungkin bisa menyaingi Joker, mungkin. Seorang psikopat yang 'gayanya tengil'. Walaupun memang lagi-lagi seakan karakter ini disia-siakan.

Oiya, Wonder Woman. Walaupun akhirnya dihadirkan setelah sekian lama, tetapi kontribusinya sangat kurang, tetap minim dialog, minim penjelasan. Lagi-lagi sayang sekali disia-siakan. Bisa dibilang, ada atau tidaknya Wonder Woman di film ini tidaklah berpengaruh apa-apa pada cerita.

Dari segi hiburan jangan ditanya. Film box office yang dinanti-nanti ini tetap layak tonton. Tetap menghibur dengan efek visual yang "boleh juga" walaupun ada bagian yang efeknya masih kurang sip. Intinya film superhero DC dengan ciri khas gelap, serius dan berat ini malah menjadi 'tanggung'. Terlepas apakah BvS akan ada kelanjutannya atau tidak, apakah BvS akan mulai membangun franchise Justice League-nya , ini adalah awal yang kurang baik. Nyatanya lebih baik film ini mestinya bisa dinikmati dengan santai dengan tidak menaruh ekspektasi tinggi, seperti film superhero mainstream :)




Read Another


CATEGORIES


Tags


1 komentar :

  1. مشكوووووووووووووووووووووووووووووووووورين

    BalasHapus